LANDASAN
PENDIDIKAN DAN PEMBELAJARAN SENI RUPA MENURUT ELLIOT W. EISNER DALAM BUKU
“THE
ARTS AND THE CREATION OF MIND”
Amar Ma’ruf Stya Bakti
Prodi S2 Keguruan Seni Rupa,
Fakultas Pascasarjana
Universitas Negeri Malang
Dosen Pengampu: Dr. Yohanes Ananto Prayogo, M.Pd
E-mail: aimarstya@gmail.com
A. Pendahuluan
Pandangan Elliot W. Eisner tentang landasan pendidikan
seni rupa yaitu pendidikan seni memiliki visi dan versi dalam pembelajaran seni
rupa diantaranya:
Pendidikan
Seni Berbasis Disiplin, untuk membantu siswa memperoleh keterampilan
dan mengembangkan imajinasi yang diperlukan untuk pertunjukan seni berkualitas
tinggi serta bertujuan untuk membantu siswa belajar bagaimana untuk melihat dan
berbicara tentang kualitas seni yang mereka lihat.
Budaya
Visual, pendidikan seni, berfokus pada dunia visual dimaksudkan untuk membantu
siswa menjadi pembaca yang cerdik dari gambar visual dan sensitif, juru politik
informasi dari maknanya.
Mengatasi
Masalah Secara Kreatif, diharapkan dengan pendidikan seni siswa dapat
mengatasi permasalahan secara kreatif.
Kreatif-Ekspresi Diri , tidak hanya pendidikan seni saja tetapi juga
sebagai terapi, jadi ekspresi diri tidak dapat diajarkan melainkan keluar dari
dalam siswa itu sendiri.
Seni Pendidikan Sebagai Persiapan Untuk Dunia
Kerja, mengembangkan inisiatif dan kreativitas, merangsang imajinasi,
menumbuhkan kebanggaan dalam kerajinan, mengembangkan keterampilan perencanaan,
dan dalam beberapa bidang seni membantu pemuda mempelajari bagaimana bekerja
bersama-sama.
Seni dan Pengembangan Kognitif, pendidikan
seni dapat mengembangkan kognitif (pengetahuan), misal siswa dapat membedakan
warna, fungsi warna terhadap psikologi manusia.
Menggunakan Seni Untuk Mempromosikan Kinerja
Akademik, dimaksudkan untuk memajukan atau menonjolkan suatu sekolah
(lembaga) yang berkaitan dalam bidang seni.
Seni Terpadu (Integrasi), pendidikan
seni dapat berintegrasi atau saling keterkaitan antar bidang yang lain, missal
seni dengan sejarah atau budaya, seni dengan teknologi dan lain sebagainya.
B. Pembahasan
1.
Kurikulum
dan Silabus Pembelajaran Seni Rupa
Terdapat
model kurikulum diantaranya, kurikulum in
vitro: perencanaan dan materi pembelajaran dan kurikulum in vivo: kegiatan sebenarnya yang
berlangsung di kelas. Jadi yang paling tahu adalah guru, bukan pembuat
kurikulum, jadi guru harus bisa membuat materi efektif dengan improvisasi dan
penyesuaian. Selain itu ada juga terdapat kurikulum eksplisit adalah program
formal dari sekolah, sedangkan kurikulum implisit adalah mode penugasan,
norma-norma sekolah, dan lain-lain. Tetapi ada pula kurikulum lain, yaitu yang
disebut dengan kurikulum nol. Dengan kata lain kurikulum dan silabus dalam
pembelajaran seni rupa harus terus berubah dan berbeda sesuai perkembangan
jaman.
2.
Strategi/model
Pembelajaran Seni Rupa
Dalam strategi pembelajaran seni rupa sebaiknya
guru tidak hanya mengirimkan informasi atau keterampilan saja melainkan harus
ada modifikasi dan menengahi apa yang sedang disampaikan oleh peserta didik.
Dalam pembelajaran seni rupa efek yang paling penting terletak di luar kelas. Sehingga
siswa diharapkan untuk menampilkan apa yang telah mereka pelajari di tes, dalam
portofolio, dan dalam komentar mereka tentang apa yang telah mereka pelajari,
misalnya pameran. Guru harus memberi komentar tentag hasil siswa dalam
pengerjaan karya. Intinya dalam pembelajaran seni tidak bisa dipastikan, karena
hal-hal yang tidak terduga bisa saja terjadi, oleh karenanya guru harus
benar-benar menyiapkan strategi sendiri dalam proses pembelajaran sesuai
kemampuan dan kreatifitas guru.
3.
Materi
Pembelajaran Seni Rupa
Terdapat
materi tentang pembelajaran seni rupa yaitu terdapat lebih dari satu jawaban
untuk satu pertanyaan dan lebih dari satu solusi untuk suatu masalah, variabilitas
tentang hasil atau bermacam-macam. Kita bisa membedakan antara isi dan bentuk.
Seni juga dapat mengajarkan pentingnya
imajinasi dan melatih kepekaan dengan melukis, membuat patung, mengapresiasi
pameran. Selain itu seni dapat menghubungkan kita dengan sesama, baik alam,
lingkungan dan masyarakat. materi yang didapat juga kepuasan intrinsik meliputi
berkarya melukis, menyanyi, menari, membuat patung dan lain-lain. Materi lain
yang diajarkan yaitu berpikir secara fleksibel, praktis. Selain itu juga materi
yang didapat yaitu belajar dari pengalaman estetik seseorang.
4.
Media
Pembelajaran Seni Rupa
Beberapa
media berhubungan dengan cara-cara di mana manusia bekerja dalam bentuk seni
yang berbeda berhubungan satu dengan yang lain, jenis bantuan yang mereka
sediakan kepada yang lain, sejauh mana seseorang bekerja sendiri tergantung
pada pekerjaan orang lain, dan jenis sumber-alat, cat, instrumen, musik, orang
harus belajar untuk menggunakan dalam rangka untuk bekerja dalam bentuk seni. Media
dalam pembelajaran seni antara lain juga bisa menggunakan teknologi salh
satunya tampilan powerpoint yang digunakan pada jaman sekarang, melihat langsung
ke lapangan baik itu dari alam bebas maupun dari industri kreatif, tempat
pameran, galeri dan lain sebagainya. Selain itu juga langsung bersentuhan
dengan alat-alat untuk seni rupa itu sendiri baik berupa cat, kuas, pahat, dan alat-alat
berkarya lainnya yang digunakan misalnya dalm melukis, mematung, membatik.
5.
Assesmen dalam Pembelajran Seni Rupa
Pada
penilaian pembelajaran seni rupa terdapat tiga poin utama yang harus dektahui. Pertama,
penilaian dan evaluasi tidak harus bingung dengan pengukuran, pengujian, atau
grading. Kedua, meskipun bukan aturan keras dan cepat, dalam penilaian umum
berfokus pada kinerja individu, dan evaluasi membahas kinerja populasi atau
fitur dari program. Ketiga, dimensi utama penilaian dan evaluasi adalah konten
dan kegiatan yang dipilih dan dirancang untuk kurikulum, kualitas pengajaran,
dan hasil siswa. Dalam penilaian ini beberapa pengajar seni menganggap bahwa
pengukuran kinerja sangat tidak tepat untuk digunakan pada ranah pendidikan
seni. Seni diletakkan sebagai bentukan pengalaman yang tidak pada tempatnya
untuk dikuantifikasi (dihitung secara kuantitas). Assessmen dan evaluasi
korelatif dengan penilaian terhadap hasil atau produk. Banyak dari pendidik
lebih menghargai proses karena dianggap lebih penting. Assessmen asosiatif
dengan tes/ujian standarisasi dan standarisasi ujian. Standarisasi seperti itu
tidak memberi ruang pada individu yang berkeinginan untuk melakukan hal hal
diluar kebiasaan.
C.
Kesimpulan
Dengan
demikian kesimpulan dari bahasan diatas tentang landasan pembelajaran
pendidikan seni rupa menurut Elliot W. Eisner dalam bukunya “THE ARTS AND THE CREATION OF MIND” yaitu
antara lain pendidikan seni berbasis disiplin, seni sebagai budaya visual, seni
dapat mengatasi masalah secara kreatif, seni sebagai kreatif-ekspresi diri,
seni pendidikan sebagai persiapan untuk dunia kerja, seni sebagai pengembangan
kognitif, seni sebagai mempromosikan kinerja akademik, seni terpadu (integrasi)
dengan bidang-bidang lain,
Dalam
prakteknya pembelajaran seni juga mempunyai kurikulum dan silabus yang
sebaiknya dilakukan dengan perlakuan yang berbeda yaitu kurikulum secara in
vitro: perencanaan dan
materi pembelajaran dan kurikulum in vivo:
kegiatan sebenarnya yang berlangsung di kelas. Materi yang diajarkan bermacam-macam
mulai dari melatih imajinasi, melatih kepekaan rasa, mempromosikan
sekolah(lembaga) hingga menyiapkan peserta didik untuk masuk ke dunia kerja.
Media dalam pembelajaran seni rupa yaitu bisa
melakukan apresiasi diantaranya melihat pameran, melihat kgiatan industri
kreatif dan bisa juga melakukan secara langsung dengan cara melukis, mematung,
membatik, membuat kerajinan dan lain sebagainya. Penilaian yang digunakan dalam
pembelajaran seni rupa yaitu tidak pada tempatnya diukur secara kuatifikasi.
Oleh karena itu penilaian seperti ini tidak memberikan ruang pada individu anak
dalam mengekspresikan diri. Sehingga penilaian disini sebaiknya meliputi
penilaian prosesdan penilai hasil karya.
No comments:
Post a Comment