Laman

Saturday 19 December 2015

LANDASAN PENDIDIKAN SENI RUPA

LANDASAN PENDIDIKAN DAN PEMBELAJARAN SENI RUPA MENURUT ELLIOT W. EISNER DALAM BUKU
“THE ARTS AND THE CREATION OF MIND”

Amar Ma’ruf Stya Bakti
Prodi S2 Keguruan Seni Rupa, Fakultas Pascasarjana
Universitas Negeri Malang
Dosen Pengampu: Dr. Yohanes Ananto Prayogo, M.Pd
E-mail: aimarstya@gmail.com


A.  Pendahuluan
Pandangan Elliot W. Eisner tentang landasan pendidikan seni rupa yaitu pendidikan seni memiliki visi dan versi dalam pembelajaran seni rupa diantaranya:
Pendidikan Seni Berbasis Disiplin, untuk membantu siswa memperoleh keterampilan dan mengembangkan imajinasi yang diperlukan untuk pertunjukan seni berkualitas tinggi serta bertujuan untuk membantu siswa belajar bagaimana untuk melihat dan berbicara tentang kualitas seni yang mereka lihat.
Budaya Visual, pendidikan seni, berfokus pada dunia visual dimaksudkan untuk membantu siswa menjadi pembaca yang cerdik dari gambar visual dan sensitif, juru politik informasi dari maknanya.
Mengatasi Masalah Secara Kreatif, diharapkan dengan pendidikan seni siswa dapat mengatasi permasalahan secara kreatif.
Kreatif-Ekspresi Diri , tidak hanya pendidikan seni saja tetapi juga sebagai terapi, jadi ekspresi diri tidak dapat diajarkan melainkan keluar dari dalam siswa itu sendiri.
Seni Pendidikan Sebagai Persiapan Untuk Dunia Kerja, mengembangkan inisiatif dan kreativitas, merangsang imajinasi, menumbuhkan kebanggaan dalam kerajinan, mengembangkan keterampilan perencanaan, dan dalam beberapa bidang seni membantu pemuda mempelajari bagaimana bekerja bersama-sama.
Seni dan Pengembangan Kognitif, pendidikan seni dapat mengembangkan kognitif (pengetahuan), misal siswa dapat membedakan warna, fungsi warna terhadap psikologi manusia.
Menggunakan Seni Untuk Mempromosikan Kinerja Akademik, dimaksudkan untuk memajukan atau menonjolkan suatu sekolah (lembaga) yang berkaitan dalam bidang seni.
Seni Terpadu (Integrasi), pendidikan seni dapat berintegrasi atau saling keterkaitan antar bidang yang lain, missal seni dengan sejarah atau budaya, seni dengan teknologi dan lain sebagainya.

B.  Pembahasan
1.        Kurikulum dan Silabus Pembelajaran Seni Rupa
Terdapat model kurikulum diantaranya, kurikulum in vitro: perencanaan dan materi pembelajaran dan kurikulum in vivo: kegiatan sebenarnya yang berlangsung di kelas. Jadi yang paling tahu adalah guru, bukan pembuat kurikulum, jadi guru harus bisa membuat materi efektif dengan improvisasi dan penyesuaian. Selain itu ada juga terdapat kurikulum eksplisit adalah program formal dari sekolah, sedangkan kurikulum implisit adalah mode penugasan, norma-norma sekolah, dan lain-lain. Tetapi ada pula kurikulum lain, yaitu yang disebut dengan kurikulum nol. Dengan kata lain kurikulum dan silabus dalam pembelajaran seni rupa harus terus berubah dan berbeda sesuai perkembangan jaman.

2.        Strategi/model Pembelajaran Seni Rupa
Dalam strategi pembelajaran seni rupa sebaiknya guru tidak hanya mengirimkan informasi atau keterampilan saja melainkan harus ada modifikasi dan menengahi apa yang sedang disampaikan oleh peserta didik. Dalam pembelajaran seni rupa efek yang paling penting terletak di luar kelas. Sehingga siswa diharapkan untuk menampilkan apa yang telah mereka pelajari di tes, dalam portofolio, dan dalam komentar mereka tentang apa yang telah mereka pelajari, misalnya pameran. Guru harus memberi komentar tentag hasil siswa dalam pengerjaan karya. Intinya dalam pembelajaran seni tidak bisa dipastikan, karena hal-hal yang tidak terduga bisa saja terjadi, oleh karenanya guru harus benar-benar menyiapkan strategi sendiri dalam proses pembelajaran sesuai kemampuan dan kreatifitas guru.


3.        Materi Pembelajaran Seni Rupa
Terdapat materi tentang pembelajaran seni rupa yaitu terdapat lebih dari satu jawaban untuk satu pertanyaan dan lebih dari satu solusi untuk suatu masalah, variabilitas tentang hasil atau bermacam-macam. Kita bisa membedakan antara isi dan bentuk. Seni juga dapat  mengajarkan pentingnya imajinasi dan melatih kepekaan dengan melukis, membuat patung, mengapresiasi pameran. Selain itu seni dapat menghubungkan kita dengan sesama, baik alam, lingkungan dan masyarakat. materi yang didapat juga kepuasan intrinsik meliputi berkarya melukis, menyanyi, menari, membuat patung dan lain-lain. Materi lain yang diajarkan yaitu berpikir secara fleksibel, praktis. Selain itu juga materi yang didapat yaitu belajar dari pengalaman estetik seseorang.

4.        Media Pembelajaran Seni Rupa
Beberapa media berhubungan dengan cara-cara di mana manusia bekerja dalam bentuk seni yang berbeda berhubungan satu dengan yang lain, jenis bantuan yang mereka sediakan kepada yang lain, sejauh mana seseorang bekerja sendiri tergantung pada pekerjaan orang lain, dan jenis sumber-alat, cat, instrumen, musik, orang harus belajar untuk menggunakan dalam rangka untuk bekerja dalam bentuk seni. Media dalam pembelajaran seni antara lain juga bisa menggunakan teknologi salh satunya tampilan powerpoint yang digunakan pada jaman sekarang, melihat langsung ke lapangan baik itu dari alam bebas maupun dari industri kreatif, tempat pameran, galeri dan lain sebagainya. Selain itu juga langsung bersentuhan dengan alat-alat untuk seni rupa itu sendiri baik berupa cat, kuas, pahat, dan alat-alat berkarya lainnya yang digunakan misalnya dalm melukis, mematung, membatik.

5.         Assesmen dalam Pembelajran Seni Rupa
Pada penilaian pembelajaran seni rupa terdapat tiga poin utama yang harus dektahui. Pertama, penilaian dan evaluasi tidak harus bingung dengan pengukuran, pengujian, atau grading. Kedua, meskipun bukan aturan keras dan cepat, dalam penilaian umum berfokus pada kinerja individu, dan evaluasi membahas kinerja populasi atau fitur dari program. Ketiga, dimensi utama penilaian dan evaluasi adalah konten dan kegiatan yang dipilih dan dirancang untuk kurikulum, kualitas pengajaran, dan hasil siswa. Dalam penilaian ini beberapa pengajar seni menganggap bahwa pengukuran kinerja sangat tidak tepat untuk digunakan pada ranah pendidikan seni. Seni diletakkan sebagai bentukan pengalaman yang tidak pada tempatnya untuk dikuantifikasi (dihitung secara kuantitas). Assessmen dan evaluasi korelatif dengan penilaian terhadap hasil atau produk. Banyak dari pendidik lebih menghargai proses karena dianggap lebih penting. Assessmen asosiatif dengan tes/ujian standarisasi dan standarisasi ujian. Standarisasi seperti itu tidak memberi ruang pada individu yang berkeinginan untuk melakukan hal hal diluar kebiasaan.

C.      Kesimpulan
Dengan demikian kesimpulan dari bahasan diatas tentang landasan pembelajaran pendidikan seni rupa menurut Elliot W. Eisner dalam bukunya “THE ARTS AND THE CREATION OF MIND” yaitu antara lain pendidikan seni berbasis disiplin, seni sebagai budaya visual, seni dapat mengatasi masalah secara kreatif, seni sebagai kreatif-ekspresi diri, seni pendidikan sebagai persiapan untuk dunia kerja, seni sebagai pengembangan kognitif, seni sebagai mempromosikan kinerja akademik, seni terpadu (integrasi) dengan bidang-bidang lain,
Dalam prakteknya pembelajaran seni juga mempunyai kurikulum dan silabus yang sebaiknya dilakukan dengan perlakuan yang berbeda yaitu kurikulum secara in vitro: perencanaan dan materi pembelajaran dan kurikulum in vivo: kegiatan sebenarnya yang berlangsung di kelas. Materi yang diajarkan bermacam-macam mulai dari melatih imajinasi, melatih kepekaan rasa, mempromosikan sekolah(lembaga) hingga menyiapkan peserta didik untuk masuk ke dunia kerja.
Media dalam pembelajaran seni rupa yaitu bisa melakukan apresiasi diantaranya melihat pameran, melihat kgiatan industri kreatif dan bisa juga melakukan secara langsung dengan cara melukis, mematung, membatik, membuat kerajinan dan lain sebagainya. Penilaian yang digunakan dalam pembelajaran seni rupa yaitu tidak pada tempatnya diukur secara kuatifikasi. Oleh karena itu penilaian seperti ini tidak memberikan ruang pada individu anak dalam mengekspresikan diri. Sehingga penilaian disini sebaiknya meliputi penilaian prosesdan penilai hasil karya.

No comments:

Post a Comment